Kamis, Februari 08, 2018

CERPEN: Jam Saku Rini (Bag. 1)


    “Apa-apaan sih anak itu selalu saja memamerkan barang barunya. Dia pikir aku tidak jengkel? Dasar anak manja,” seru batin Rini sambil menutup keras jendela kamar yang kemudian membuatnya harus memejamkan mata sebentar karena terkena debu-debu tipis. Rini memang selalu iri dengan tetangga di samping rumahnya. Mereka adalah orang kaya yang mampu membeli semua barang yang mereka inginkan. Tidak seperti Rini, terlahir sebagai anak dari seorang wanita tua dengan kondisi ekonomi yang kurang. Tapi Rini tahu bahwa semua ini adalah bagian dari takdir Tuhan. Takdir yang menurutnya selalu bisa diubah.

    Sore ini Rini tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Ia hanya ingin pergi ke suatu tempat yaitu rumah pohon. Rumah pohon di belakang rumahnya selalu bisa menjadi tempat yang sejuk bagi Rini. Kadang juga menjadi tempat Rini untuk melepas penat dan lelah menjalani kehidupan di tengah keributan yang berulang.

    Barusan hujan deras turun membasahi desa. Rini melangkah dengan hati-hati, menginjak batu krikil yang bersih dari tanah berlumpur. Lalu berhenti sejenak, mengalihkan mata untuk melihat ke arah langit. Ternyata senja sudah datang. Langit yang tadinya tertutup awan , kini terlihat kemerahan. Rini duduk di sebuah batu besar, Ia merogoh saku celananya, mengambil jam saku tua yang masih menkilap, lengkap dengan rantai emas. Sepertinya Rini sangat merawat jam saku miliknya itu.

    Saat itu Rini sekolah paud tidak jauh dari rumahnya. Ayahnya selalu menjemput Rini tepat waktu. Duduk di satu kursi sambil menghabiskan sebatang rokok yang terselip di bibirnya. Ketika Rini melihat ayahnya, ia pasti berlari lalu memeluk ayahnya cepat-cepat. Ayahnya dengan spontan membuang batang rokok dan merapihkan topi, lalu menerima pelukan hangat dari buah hatinya. Mereka pulang ke rumah dengan berjalan kaki dan biasanya Rini senang duduk di pundak ayahnya.

    Dalam perjalanan Rini menanyakan banyak hal, tentang kenapa daun warnanya hijau, kenapa air bisa menghilangkan dahaga, sampai mereka menertawakan mengapa ada orang gila yang selalu duduk di persimpangan jalan dekat sekolahnya. Meskipun begitu ayahnya selalu menjawab pertanyaan Rini  dengan  sabar dan sedikit bergurau. Tanpa terasa mereka sudah berada di halaman rumah, mereka sampai  lebih cepat dari biasanya tapi, tidak langsung masuk ke rumah. Ayahnya mengajak Rini naik ke rumah pohon yang sudah dibangun sejak Rini masih di dalam kandungan ibunya. Rumah pohon yang sengaja dibuat sang ayah untuk bermain bersama anak-anaknya nanti.

    Rini bercerita panjang tentang tugas menggambarnya di sekolah dan mendapatkan nilai terbaik diantara teman-temannya. Sambil mengayun-ayunkan kaki, mereka duduk di tepi rumah pohon. Langit biru sangat cerah, angin lembut menepis wajah mereka, sejauh mata memandang hanya pemandangan sawah luas tidak bertepi. Setelah selesai bercerita Rini berpaling memperhatikan dua burung yang saling berkejaran. Ayahnya menghela nafas, tersenyum, lalu memberikan sebuah kotak kecil untuk Rini.

    “Hayo tebak apa yang ada di dalam kotak ini?” tanya ayah sambil menggoyangkan kotak.

    “Aku tau! Itu pasti boneka!” jawab Rini dengan wajah polos.

    “Hahaha, kamu salah. Yang ada di dalam kotak ini adalaaaah.. taraaa! Ini adalah jam saku. Ini ayah berikan agar Rini ingat bahwa dalam hidup kita punya waktu yang terbatas. Satu detik saja terlewat tidak akan bisa kembali lagi. Nah maka dari itu gunakan waktu untuk hal yang bermanfaat yaa. Misalnya menolong orang lain tanpa memandang siapa pun dia. Mulailah dari orang yang ada di dekat Rini ya! Kamu ingat terus oke?”

    “Baik, ayah. Terima kasih yaa. Rini suka jamnyaaa,” Rini tersenyum lebar, lompat-lompat riang hingga lupa bahwa ia sedang berada di rumah pohon.

    Sekarang semua tinggal kenangan. Rini sudah lulus SMA tahun lalu. Walaupun sudah menjadi gadis dewasa tapi tetap saja begitu mudah bagi Rini untuk meneteskan air mata saat mengenang banyak hal tentang ayahnya. Rini memutuskan  untuk mengurungkan niatnya melanjutkan langkah ke rumah pohon. Hari semakin gelap sekarang.


 Bersambung...

 Klik DISINI untuk lanjut membaca Jam Saku Rini (Bag. 2)


Penjelasan:
karya ini adalah tulisan saya saat masih menjadi pelajar kota Jogja. Cerita ini merupakan tugas menulis cerpen mata pelajaran bahasa Indonesia di SMA. senangnya menemukan file ini kembali. saya sudah merelakan hardisk yang rusak. semoga masih ada lagi sisa-sisa dokumen yang hilang walau entah bagaimana bisa didapat.


Alasan saya posting cerita ini (klik)





source image: rebanas.com