Photo by Hugh Han |
Sekarang punya handphone bukan lagi persoalan life style, Handphone (HP) sekarang udah jadi part of life hampir setiap insan. Mulai dari kalangan anak kecil sampai anaknya itu udah punya anak kecil lagi, beranak pinang dan seterusnya, sampai terbentuklah generasi nunduk seperti yang sedang membaca artikel ini. *ehh.
Kebutuhan primer people
nowadays juga mengalami pergeseran yang semula sandang, pangan, papan; sekarang
jadi sandang, pangan, casan. Hahaha. Unik sih, saking berharganya,
handphone bagaikan jantung yang kedua. Haram deh punya handphone mati selama 24
jam! Padahal ngapain sih? Main hp
biar keliatan sibuk, padahal geser-geser menu doang ? ADA.
Yap, langsung aja berikut
alasan sebaiknya kamu gak overdosis main hp di keramaian (public place).
1. Lupa Diri
Menurut penelitian Prof. Eug, main handphone membutuhkan tingkat fokus sebesar 99.9 % dari kesadaran normal manusia. Jadi kalau
terlalu fokus bermain handphone, bisa lupa diri. Seperti pengalaman
penulis, misalnya pernah salah naik bus, pernah kelewatan turun di halte busway
dan kebablasan turun di stasiun kereta api, sampai pernah salah kasih petunjuk jalan saat naik ojol (ojek
online).. ya karena keasyikan baca artikel, chating, atau nonton video streaming
di handphone.
2. Hampa
Memang sih niat awal membeli handphone adalah untuk bisa terus terhubung dengan keluarga dan kerabat. Hp adalah alat minimalis yang dapat membantu segala macam masalah kehidupan seperti menjalin hubungan silaturahim (ikatan kasih sayang). Tapi, terlalu sering bermain handphone bisa jadi sebuah kebiasaan yang buruk. Baru-baru ini penelitian di Inggris menyatakan ada 100 ribu handphone jatuh di toilet setiap tahunnya (beneran). Hal ini menunjukkan betapa tergantungnya manusia dengan handphone. Maka hal terburuk dari kebiasaan ini adalah kita bisa hampa (hampa gaya atau hampa jiwa) ketika hidup tanpa handphone di ganggaman tangan. Kasihan.
3. Tidak Peka
Bermain handpnone di keramaian membuat kita semakin tidak peka. Itu terjadi karena kita kelamaan berada di zona nyaman. Hidup di dunia dalam layar. Kita sering kali abai terhadap hal penting di sekeliling kita. Kita bisa acuh terhadap tindak kriminal, pada seseorang yang membutuhkan simpati, pertengkaran, dan sebagainya. Sebagian orang berfikir kalo ada kekerasan sebaiknya kita jangan ikutan. Well, Sebenarnya kekerasan itu bukanlah kejahatan yang paling kejam. Jadi? Kejahatan paling kejam daripada kekerasan adalah ketika semua orang menjadi apatis. ketahuilah, jumlah like dan share dari foto dan video ironi tidak mengubah kehidupan mereka. Senyummu justru lebih mereka butuhkan untuk menepis beratnya beban hidup. #lagibener
3. Kehilangan
Terlalu sering bermain handphone banyak berdampak negatif misalnya mengganggu kesehatan.
Sakit mata lelah, tangan dan jari pegal-pegal, tulang leher ketuker sama tulang
pinggul, dan banyak lagi. Ada banyak episode berita dari risiko bermain
handphone. Nah kalau selalu saja bermain handphone sampai lupa segalanya. Maka
bersiaplah untuk kehilangan segalanya. #jieee
Anyway, sebenarnya bermain
handphone di keramaian adalah hal yang sah-sah aja. Apalagi niatnya mencegah
kesempatan para pencopet dalam mencari korban. Namun lebih baik lagi kalau
tidak selalu fokus dengan handphone. Kamu bisa mulai menikmati hari dengan
menebar senyuman dan menemukan teman baru di sepanjang perjalanan.
Okelah jarak antar tempat
semakin berkurang, Tapi jangan sampai jarak antar manusia pun ikut berkurang.
Ngomongin tentang hp, gue
punya pengalaman weird sama benda yang satu ini.
Ceritanya disana keadaan bus Trans-Jakarta tidak begitu ramai. Kebetulan saat itu dalam masa ujian di kampus. Sebagai
hamba penganut setia metode SKS (sistem kebut semalam) gue merasa paginya selalu
masih kurang persiapan. Jadi gue manfaatin waktu untuk belajar sekenanya saat
dalam perjalanan ke kampus. Gue membaca power point di handphone dengan layar landscape
(mode otomatis setiap membuka power point) terus sesekali menurunkan handphone
sambil komat-kamit mengulang kalimat demi kalimat untuk dihafalkan.
Gak lama berselang, ketika bus masih melaju, gue melihat seorang wanita duduk tepat lurus di depan gue
memegang selembar kertas menutupi mukanya. Kelihatan aneh aja. Ngapain juga
nutupin muka pake kertas? itu muka apa gorengan yakan. Lagian, apakah muka gue mirip laler ?
Awalnya gue biasa aja. Tapi lama kelamaan jadi sadar, wanita itu nutupin mukanya mungkin karena gue berdiri dengan posisi handphone yang berada se-perut. Lensa kamera menghadap ke depan (kebetulan ke arah dia) dengan layar yang masih
menyala (sengaja dibiarkan menyala supaya layar gak terkunci). seakan-akan gue adalah seorang pria birahi yang siap kamera buat motret korban.
Lalu mungkin
ditambah muka najis gue yang merem-melek sambil komat-kamit ini ngebuat dia takut (padahal emang
lagi menghafal.. Suer!)
Di sepanjang perjalanan wanita
itu menutupi mukanya. Gue jadi merasa berdosa. Bus terus melaju, halte-halte
terlewatkan. Sesekali wanita itu memandang ke arah gue. Gue pura-pura gak
peduli. Fokus ke jalan. Terus fokus tapi kok situasinya semakin aneh ya. Dia semakin keras
megang kertasnya.
Sekarang gue ikutan risih dan merasa semakin hina. YA TAPI AKU HARUS APA ??
Lalu beberapa menit kemudian,
akhirnya gue turun dari bus.
Dan ternyata wanita itu juga turun.
Oh Damn.
Pagi itu rasanya gue mau bolos
aja.