Minggu, Desember 31, 2017

Cita-cita Agung Mardiyanto



Ada satu pertanyaan sederhana yang selalu dijawab antusias dan yakin oleh anak kecil tapi gue gak pernah mampu menjawab pertanyaan itu sampai saat gue menulis artikel ini.  

Sekarang adalah akhir bulan Desember, artinya adalah penghujung tahun 2017. Tinggal hitungan jam aja udah pergantian tahun. Ada apa aja ya di tahun ini ? Gue kadang punya sebutan untuk suatu hal. Misalnya untuk tahun 2017 ini yang gue sebut sebagai tahun santuy. 

Tahun Santuy adalah tahun dimana gue sangat bebas mengekspresikan diri. Di awal tahun 2017 gue menghadapi persiapan UN SMA. Seperti biasa, konsep gue masih sama: serius tapi santai alias SERSAN. Pada pertengahan tahun 2017 gue menjalani berbagai ujian di sekolah dan mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia perkuliahan. Sekarang, di akhir tahun santuy ini, disinilah seorang remaja tanggung meneruskan pendidikan ke program studi ilmu komunikasi di Bakrie University, Jakarta.

Gimana kuliah? Ya kehidupan baru, teman baru, perjalanan baru, pengalaman baru, kekasih..yagitu. Pundak kanan gue mulai ditumbuhi jamur dan tumbuhan paku-pakuan gitu sih, ahsudahlah.
Ya pokoknya gue mulai lagi segala hal yang baru disini. Karena di setiap tempat yang gue pijak, pasti ada cerita. Nah, karena gue masih baru di kampus, maka ceritanya lain kali aja ya. Hohoho.

Pertanyaan itu, yang selalu gue jawab dengan gelisah,  
“cita-cita lu mau jadi apa?”

Well, gue paham bahwa cita-cita berhubungan erat dengan passion dan hobi kita. Kabar buruknya itu gue gak tau apa sebenarnya passion gue.

exactly,  saat ini cita-cita gue adalah menemukan apa yang menjadi cita-cita gue. hm.

Asli gue bener-bener gak tau pasti. Kalo ada yang bertanya, gue pasti jawab, “cita-cita gue jadi bisnismen, bruh.” Udah. Cuma sebatas itu aja yang gue tahu. Kalo ada yang kepo dan lanjut nanya, “lu mau bisnis apa, Gung?”. I'm stuck. Gue jawab sambil menyipitkan mata, “bisnis di bidang industri kreatif atau gak ya di bidang Pendidikan.”sambil alis gue naik sebelah. abis itu buru-buru pergi sampe lupa nurunin alis lagi.

Gue paham masalah ini, karena itu terjadi pada diri gue sendiri. Cita-cita adalah pernyataan yang terlalu sulit untuk dijadikan pedoman hidup. well, walaupun gue belum yakin atas apa yang menjadi cita-cita sekarang, gue selalu pastikan satu hal.

Selalu gue pastikan bahwa segala yang gue lakukan adalah apa yang gue tahu itu benar.
Gue suka bikin goals kecil.

Biasanya gue beri target waktu atau deadline. Bisa setahun, beberapa bulan, atau satu hari.

Untuk list goals jangka satu tahun biasanya gue tulis di secarik kertas kecil lalu gue taruh di tempat yang tersembunyi dan gue ingat itu setiap saat. Goals ini biasa dikenal dengan sebutan “resolusi". Seperti tahun 2017 dimana gue harus benar-benar bebas berekspresi.

Sedangkan goals harian gue yang sebenernya lebih enak ditulis “list to do” itu gue tulis di sticky note kecil yang biasanya berwarna kuning dan gue tempel di daun pintu lemari pakaian. Kenapa di daun pintu lemari pakaian? gakpapa. asik aja gitu taruh di situ. Jadi setiap abis mandi atau mau pergi ke luar rumah otomatis kebaca dan auto-inget deh sama mission impossible yang ditulis itu.

Trus tiba-tiba ada yang nyeletuk nanya, "Bang, kok nggak di pintu kamar aja sekalian biar setiap keluar masuk kamar langsung ngeliat?". Oke gue jawab yah. Begini, di rumah gue itu satu-satunya kamar yang di pasang pintu adalah kamar Bokap dan Nyokap. Eh selain kamar mandi pastinya karena nggak mungkin juga kamar mandi gak pake pintu. nanya lagi kenapa? udah deh nurut aja. setiap keluarga punya rules masing-masing. Dats all.

Nempel-nempel goals. Gue lupa memulai ritual itu sejak kapan tapi, gue menerapkan ritual itu dengan sangat baik saat masih tinggal di Jogja. Hasilnya setelah menjalankan ritual itu berkali-kali gue merasa hidup jadi lebih teratur.

Gemetar tangan sekian lama tak tersentuh wanita *cut- memegang secarik kertas berdebu di tumpukan buku-buku tua di kamar. Kuperhatikan kertas itu baik-baik. Lalu kubaca dengan cermat apa yang pernah ku tulis disana. Tulisan yang kubuat sejak pertama kali menginjakan kaki di Jogja. Goresan tinta hitam pekat tentang beberapa tujuan hidup untuk mengukir sejarah hidupku disini. Hati senang menemukan kertas itu kembali dan  setelah mengetahui bahwa *jengjeng daftar yang tertulis disana telah hampir seluruhnya ku raih.

 Baca juga : Kadang Sendirian Itu Penting

Dulu lemari gue gak menarik sama sekali. Banyak warna kuningnya. plis jangan dibayangin sama sesuatu yang jorok di pikiran yah.

Gue membungkus lemari gue dengan sticky note berwarna kuning. Sengaja warna kuning karena warna yang lain lebih mahal harganya. Maklum duit pelajar dan maklum duit santri. Mau minta kiriman lagi cuma buat beli kertas-kertas kecil  yang ditempel (read: sticky note) kan namanya nggak tau diri, walaupun kadang suka nyesek sih gak punya duit, apalagi di tanggal-tanggal tua.  Aih... malah curhat kan.

Well, lemari yang menjadi kuning itu adalah saksi bahwa dulu gue pernah punya kegiatan yang padat. Hampir nggak punya waktu luang buat leha-leha. Hari minggu pun digunakan untuk beres-beres di pondok it’s like nyuci pakaian. pakaian yang udah ditumpuk berhari-hari yang kadang ada jamur berbitnik-bintik hitamnya. Hiiiihhh itu aib nggak sih.

 Jadi intinya, gue emang belum punya cita-cita pasti yang menuntun jalan hidup gue saat ini. itu bahaya banget sih. But life must go on, gue juga gak akan berhenti hanya karena hal itu kok. Maka gue punya prinsip,

Memastikan bahwa segala yang gue lakukan adalah apa yang gue tahu itu benar. Gue akan lakukan dengan sungguh-sungguh. Sedangkan untuk hal yang gue belum tahu, gue akan pelajari supaya tahu. Gitu.

Ouyeah, selamat datang tahun 2018.

Selamat berjuang wahai sang pemimpi di siang bolong! -apakah kamu tahu makna itu? Dadaaaah.